KEPADA ALLAH AKU BERDOA :

Jika kekasihku berumur pendek,
lebih pendekkan umurku
Agar aku lebih setia darinya
Tetapi jika kekasihku berumur panjang,
lebih panjangkan umurku
Agar dia tahu, betapa besar aku mencintainya

SANG EMBUN PANGERAN SEJATI

Minggu, 25 Desember 2011

Cerpen : NASIHAT SANG PENYAIR


Kumpulan Puisi dan Cerpen
Judul Buku “SANG EMBUN”
Qoblu Magrib Senin 17102011

Masjid Raya JATIMULYA, Bekasi.




Ketika bumi terbuai di balik selimut hitamnya; nampak seorang yang nampak cukup berumur, tengah memperhatikan perilaku seorang pemuda yang tengah berkonsentrasi dalam kesendiriannya; sebentar menulis, sebentar memandangi bintang yang berkedip-kedip.

۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞
             

        Sesaat kemudian dihampiri pemuda itu, diapun berkata ”Berapa hari sudah engkau menyibukkan diri dengan kegiatan seperti ini. Jika boleh ayah tahu, apa yang tengah engkau kerjakan?”
            Si pemuda menoleh kepadanya, lalu jawabnya “Ayah, segala kesedihan telah kutumpahkan dalam tulisanku ini, begitupun perenungan. Jika pada hari kemarin luka begitu menyayat hatiku, ternyata hari ini teramat mengharukanku. Sebab lukalah aku dapat berkaca, sebab duka aku membenahi diri, sebab sedih aku berusaha gembira dan sebab derita aku berusaha bahagia. Ternyata Tuhan menerjemahkan cahayaNya yang dulu belum mampu kubaca. Maka sebagaimana ayah, tunjukkanlah pula jalan untuk menjadi penyair besar kepadaku”.
            Sejenak setelah berpikir, sang ayahpun berkata “Bentangkanlah pandanganmu jauh ke jagat raya. Amati semua bintang yang bertaburan, lalu amatilah satu cahayanya yang paling terang”.
            Si pemuda mengikuti apa yang diperintahkan ayahnya. Namun tidak menemukan apapun dari pandangannya yang penuh teka-teki.
            Hingga sang ayah berkata “Anakku, engkau tidak akan dapat mengukur cahaya salah satu bintang tanpa engkau membandingkan dengan cahaya bintang yang lainnya. Engkau tidak akan pernah menghargai cahayanya tanpa engkau melihat betapa luas dan gelapnya jagat raya ini; Begitupun untuk menjadi penyair yang besar dan bukan sekedar penulis. Bentangkan pandangmu. Tangkap segala yang diisyaratkan semesta dengan kepekaan yang tinggi. Kepekaan dalam memetik tema, kepekaan memilih kata-kata serta kepekaan mengemas agar hasil sentuhan alam pikiranmu memiliki nuansa yang berbeda dengan hasil sentuhan pikiran alam lain.
Belajarlah patuh pada ketentuan. Ketentuan terhadap penulisan kata hingga tanda baca. Kepatuhan menyebabkan seseorang disukai. Bayangkan seandainya bintang tidak mematuhi ketentuan..
Indah karena ada hikmah. Ada sebab maka tulis pula akibat, ada keindahan tentu ada kiasan, ada kekuatan tentu ada perbandingan. Bandingkan dengan kata-kata terbaik dan tulus, sebab tulus bintang selalu bersinar.
Lupakanlah gemerlap duniawi, sebab hanya membuat gelap pandangan dan tumpul nurani. Mengurangi kenikmatan ragawi akan menambah kenikmatan ruhani, selain pikiran dan batinmu akan bertambah peka terhadap nikmatnya pemanfaatan kata demi kata. Semakin kuat penderitaan badan semakin kuat pula pengaruhnya pada pendakian imajinasi. Semua dapat teraih sebagaimana engkau mengalami cerita yang engkau lukiskan. Di mana engkau merasakan perih tanpa terluka, merasakan sedih tanpa airmata, serta merasakan duka tanpa sebab yang menimpa…”
            Dipandanginya si pemuda yang menyimak dengan wajah takjub. Setelah menarik nafas dia melanjutkan kata-katanya “Lihatlah bintang yang paling terang cahayanya itu. Bintang itu jauh dari bintang yang lainnya dan lebih dekat ke bumi. Begitupun, engkau akan diakui sebagai penyair besar bila menghasilkan karya sebanding karya penyair besar lainnya. Itu hanya tercapai jika engkau terus belajar, mau memperbandingkan, indah, mau melepaskan diri dari kehidupan biasa. Dan akan terasa semakin besar jika engkau tiada henti mendekatkan diri pada mereka yang berada di bawahmu”.


                                                           ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞

             Nampaknya si pemuda cukup faham terhadap apa yang telah diterangkan ayahnya dan hendak mencukupkan pula pembicaraan dengannya, lantas diapun  berkata “Ayah, terima kasih atas semua nasihatmu. Kini sampaikanlah padaku pesanmu yang singkat agar aku dapat mengingatnya sepanjang hayatku”.
             Tiba-tiba dada sang ayah terasa senyap; Seperti takut kehilangan, dipandangi wajah si pemuda penuh cinta. Dan dengan nafas tertahan dia berpesan “Siaplah dirimu tersiksa, oleh sebab jiwa yang semakin perasa. Dijauhi saudara, sebab mereka terlalu lelah untuk mengikuti jalan pikiran dan perasaanmu”.
              Si pemuda tersenyum. Digenggamnya tangan ayahnya. Pandangan matanya yang berkilat seakan menusuk ke kedalaman jantung sang ayah. Lalu seperti tercekik dia berkata “Ayah, janganlah merasa khawatir untuk melepasku menjadi penyair yang besar. Bukankah selama ini engkaupun tidak penuh peduli terhadap segala yang terjadi padaku?”
              Penyair tua itu tidak mampu lagi berkata-kata. Kesadaran menekuk suaranya jauh di kegelapan malam. Lalu mengambang di antara bintang-bintang. Bertatapan namun berbicara dengan hatinya sendiri-sendiri.
               Senyap...


Tawes PAM Kemayoran
4 Desember 2002, 07.57-08.22 WIB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar